SIVITAS
AKADEMIKA DALAM STATUS DAN KHAYALAN
Ketika kita kehilangan kekayaan, itu
tidak menghilangkan apa
Ketika kita kehilangan kesehatan, itu menghilangkan sesuatu
Ketika kita kehilangan identitas, itu menghilangkan segalanya
(Billy Graham)
Ketika kita kehilangan kesehatan, itu menghilangkan sesuatu
Ketika kita kehilangan identitas, itu menghilangkan segalanya
(Billy Graham)
Kalimat
diatas menyatakan sebuah keadaan ketika kita kehilangan kekayaan yang kita
anggap penting selama ini, itu sama sekali tidak menghilangkan apapun dalam
diri kita. Ketika kita kehilangan kesehatan mengurangi sedikit gerak dalam
tubuh mahasiswa itu sendiri yang dianggap sebagai movement agency (agen perubahan). Ketika kita kehilangan jati diri
sebagai mahasiswa, kita kehilangan segalanya baik kesehatan maupun kekayaan.
Mahasiswa saat ini sudah semakin kehilangan arah untuk menjadi agen perubahan,
bahkan sudah dapat dikatakan kehilangan identitas dalam tingkat akut.
Mahasiswa
dalam kehidupan kampus bagian dari SIVITAS AKADEMIKA yang merupakan subjek
pendidikan (baca: Undang-undang Perguruan Tinggi ). Subjek yang dimaksud adalah
mahasiswa juga berperan aktif dalam rangka pekembangan dan kemajuan Perguruan
Tinggi. Dosen bersama dengan mahasiswa menjadi satu kesatuan dalam perencanaan
jangka panjang yang diberlakukan sesuai dengan keputusan bersama.
Perkembangan
dan kemajuan Perguruan Tinggi dapat dilihat melalui standar yang ditetapkan
yaitu : Standar kompetensi lulusan, Standar isi, Standar proses, Standar penilaian pendidikan,
Standar pendidik dan tenaga kependidikan, Standar sarana dan prasarana, Standar
pengelolaan, dan Standar pembiayaan (baca : Pasal 4 Permendikbud/SNPT/2013). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan
dengan jumlah kuisioner yang dibagikan kepada 100 mahasiswa FEB USU, dengan
rincian 82,5% menyatakan fasilitas
kampus tidak mencukupi kebutuhan mahasiswa dan fasilitas kampus FEB USU yang tersedia
tidak sesuai dengan harapan sedangkan 12,5%, menyatakan sebaliknya. Sehingga, hal yang masih sangat dibutuhkannya perbaikan
dan tidak memenuhi standar SNPT yakni Standar pendidik dan tenaga pendidik,
standar sarana dan prasarana serta standar pengelolaan.
Dengan
sejumlah koresponden yang dimintai tanggapan menyatakan bahwa fasilitas yang
dinilai kurang baik yaitu : Jaringan Internet Nirkabel (WI-FI) dalam kampus
sebagai alat penunjang layanan Informasi pada zaman informasi saat ini,
laboratorium komputer yang yang tidak memenuhi standar, Infokus yang belum
memadai disetiap ruang perkuliahan, dan sebagian menyatakan fasilitas olah-raga
tidak ada. Dalam SNPT yang ditetapkan oleh pemerintah melalui kementrian
pendidikan dan budaya hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah ratio dosen
pengajar dengan mahasiswa dan pengelolaan seluruh bagian dari kampus.
Kita
dapat melihat keterbatasan dosen pengajar melaksanakan proses perkuliahan
dengan jumlah mahasiswa yang sangat banyak atau melebihi dari standar yang
ditentukan oleh kemendikbud. Standar yang
ditentukan dalam SNPT yaitu dalam satu kelas ratio untuk bidang studi
IPS yakni 1: 35 (toleransi 1:45). Secara kasat mata yang dapat kita lihat
dengan penerimaan mahasiswa setiap satu tahun sebanyak rata-rata 1100 orang dan
daya tampung perkelas untuk mahasiswa baru itu sendiri rata-rata 60 orang per
kelas atau ratio 1:60.
Dalam
hal perkembangan sarana dan prasarana dijelaskan bahwa pengelolaan sangat penting
dalam keberlangsungan yang bersifat efektif dan efisien. Pengelolaan yang
dimaksudkan dalam peraturan menteri adalah seluruh aktivitas yang direncanakan dan akan dilaksanakan oleh
semua satuan perguruan tinggi mulai dari Kurikulum setiap program studi, Rencana
Pembelajaran Semester (RPS) setiap mata kuliah atau blok mata kuliah, Kalender
akademik per tahun yang menunjukkan seluruh kategori kegiatan selama satu tahun
yang dirinci , struktur organisasi perguruan tinggi, tata tertib dosen, tenaga
kependidikan dan mahasiswa, Penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
hingga biaya investasi dan biaya operasional perguruan tinggi.
Melaksanakan
pengelolaan yang secara mandiri USU yang telah menjadi Perguruaan Tinggi Badan
Hukum memperhatikan aspek akuntabilitas , transparansi ,nirlaba, dan penjaminan mutu; serta efektifitas dan
efisiensi (baca PP pasal 23 tentang
STATUTA USU 2014). Aspek yang menjadi perhatian kita bersama ketika
pengelolaan yang sebenarnya dilakukan
dengan memperhatikan sifat akuntabilitas dan transparansi jauh dari kata
terbuka untuk umum. Keterbukaan Informasi yang menjadi titik kepercayaan
seluruh sivitas akademika USU terhadap rencana jangka panjang maupun jangka
pendek yang hendak dicapai oleh Rektor sebagai pemimpin utama Perguruan Tinggi.
Sosialisasi tentang keterbukaan Informasi yang dimaksudkan juga tidak dapat
dilihat melalui akses internet saat ini baik dalam portal resmi USU maupun
kementerian.
Undang-undang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No. 14 tahun 2008 menyatakan bahwa “ setiap
orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai ketentuan undang-undang ini
(pasal 2 UU KIP). Informasi yang ditentukan oleh undang-undang KIP
adalah yang informasi yang dapat mengancam hajat hidup Orang banyak dan
ketertiban umum. Sedangkan, Informasi
Publik dirahasiakan/dilarang antara lain apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual, perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat informasi yang
apabila dibuka, dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Namun, pada dasarnya Perguruan
Tinggi adalah kekayaan publik yang menjadi pelopor mencerdaskan kehidupan
bangsa tidaklah berasaskan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tidak lah
berbentuk badan usaha melainkan nirlaba, dan tidaklah membahayakan pertahanan
dan keamanan negara.
Pengelolaan sumber kekayaan publik sangat
penting untuk kita awasi bersama terutama mahasiswa sebagai sivitas akademika
tidak diam ketika pengelolaan sumber daya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Keterbukaan Informasi sudah seharusnya menjadi hal utama yang harus
diperhatikan untuk kemajuan dan perkembangan pendidikan maupun itelektual.
Banyak hal yang harus dilakukan mahasiswa saat ini, namun sampai sekarang kita
hanya terpaku, terdiam dan tertindas. Status mahasiswa sebagai sivitas
akademika semakin dipertanyakan apakah hanya sebagai simbol atau khayalan
ketika mahasiswa menjadi pelopor Keterbukaan Informasi di seluruh kekayaan
publik yang saat ini gelap. Istilah diatas melengkapi segala aspek dalam sikap
pesimis, kehilangan identitas sebagai mahasiswa kiranya tidak menjadikan
mahasiswa lupa untuk menjadi pelopor dalam perbaikan di seluruh aspek
lingkungan bermasyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar