[sebuah dilema tenaga kerja Indonesia
di MEA 2015]
Masyarakat
Ekonomi ASEAN akan diberlakukan kurang lebih satu tahun lagi. Masyarakat
Ekonomi ASEAN adalah salah satu bentuk kerja sama ekonomi sekawasan Asia
Tenggara yang sudah dirancang dan dilaksanakan setelah Deklarasi Bangkok tahun 1967. Jadi, akan ada arus lalu lintas
barang , jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang bebas,
serta arus TENAGA KERJA yang bebas. Sebelumnya memang, MEA ini disepakati dilaksanakan
pada tahun 2020 namun pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina para pemimpin
ASEAN menandatangani Cebu Declaration on
the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015
sehingga disepakatilah percepatan pembentukan MEA menjadi tahun 2015.
Ketika
nanti MEA terwujud, para warga negara dapat keluar dan masuk dari satu negara
ke negara lain mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan dinegara yang
dituju. Tetapi, satu hal yang perlu kita garis bawahi bahwa tenaga kerja yang
dibutuhkan adalah TENAGA KERJA TERAMPIL yang secara umum artinya adalah pekerja
yang mempunyai keterampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan
dibidangnya, yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi, atau
sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja. Ada juga istilah MRA ( Mutual Recognition Arrangement ) yang
artinya adanya kesepakatan yang ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN
untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan
kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antarnegara untuk pendidikan,
pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi. Yang sudah disepakati adalah MRA
untuk jasa INSINYUR, PERAWAT, ARSITEK, TENAGA PARIWISATA, TENAGA MEDIS, TENAGA
PENDIDIKAN, AKUNTAN DAN DOKTER.
Pertanyaannya
sekarang, apakah tenaga kerja kita sudah cukup berdaya saing? Ataukah kita
merasa optimis diawang-awang dan jauh dari sikap realistis? Para punggawa
negeri ini selalu tak lupa mengatakan OPTIMIS. Ya, sekedar menutupi kegalauan
hati melihat situasi. Rakyat negeri ini juga menyalahkan elite negeri yang
dipilih mereka sendiri. Saling menyalahkan jadinya. Ah,ah,ah………….
Tapi,
kita lihat dululah fakta-fakta ini ya:
1.
World Economic Forum dalam laporan The Global
Competitiveness Report tahun 2013-2014, menempatkan Indonesia di peringkat
ke-38 dari 148 negara. Bahkan berdasarkan daya saing, logistik, dan
produktivitas tenaga kerja selama tahun 2012-2013, posisi Indonesia dibanding
negara ASEAN lainnya mulai mengkhawatirkan, yakni berada di bawah Singapura,
Malaysia dan Thailand.
2.
Menurut Badan
Pusat Statistik, tahun 2013 lalu jumlah pemuda
mencapai 62,6 juta orang, atau
rata-rata 25 persen dari proporsi
jumlah penduduk secara keseluruhan. Yang katanya pemuda adalah pilar
kebangkitan bangsa, tetapi tidak usahlah naif. Di fakultas kita, pemuda adalah
pilar keruntuhan bangsa [ maaf bagi yang
tersungging ]. Kita kehilangan semangat visioner, takut bermimpi, merasa
nyaman dalam fatamorgana, individualis, pragmatis, hedonis dan konsumtif [cari
aja di KBBI apa arti kata-kata itu!].
3.
Kualitas SDM Indonesia sebagaimana terlihat dari Human Development Index Indonesia yang
masih bertengger di peringkat 121
dari 185 negara [aih, memanglah]. Alam memang kaya,
tetapi SDM nya tidak sanggup. Bahkan, Indeks Persepsi Korupsi
di Indonesia masih bertengger di peringkat ke-118 dari 174 negara [alamak!]
4.
Jumlah tenaga
kerja yang kurang terdidik di Indonesia masih tinggi yakni mereka yang
berpendidikan di bawah SD dan SMP mencapai 68,27
persen atau 74.873.270 jiwa dari
jumlah penduduk yang bekerja sekitar 110.808.154 jiwa. 80 persen pengangguran Indonesia hanya lulusan SMP dan SD. Jika
dibandingkan dengan pengangguran negara tetangga, 80 persen pengangguran
Singapura dan Malaysia adalah lulusan perguruan tinggi dan SMA. Mereka kan pintar bahasa Inggris. Coba nanti
ketika mereka bebas masuk ke Indonesia dan mungkin akan mengambil pekerjaan di
Indonesia. Aih, kemanalah kita nanti?
Jadi
kan, jika pemerintah tak rajin
memberi pelatihan dengan sertifikat internasional, maka pekerja asing akan
diuntungkan dan merebut jatah penduduk Indonesia loh.
5.
Penduduk Indonesia ada sekitar 250 juta
dan orang yang pendidikan sekitar 10% saja atau sekitar 25 juta atau setara
dengan penduduk negara Malaysia. Hanya saja, yang perlu dicermati jika hanya
memiliki tenaga profesional atau penduduk berpendidikan hanya 10% saja tentu
saja di mata dunia, Indonesia hanya menjadi negara buruh saja. [Oh, tidak!]
6.
2015 nanti,
ribuan tenaga kerja Filipina akan masuk dan menyerbu pasar kerja di Indonesia
khususnya tenaga kerja level menengah. Hal ini sudah terjadi di Singapura dan Dubai
[ya, iyalah Bahasa Inggris mereka kan
lebih bagus dan biaya upahnya pun lebih murah!]
7.
Vietnam telah
cukup lama memasukkan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran di sekolah. Yang
pasti, mereka mengincar pasar ketenagakerjaan Indonesia. Filipina juga gencar
memberikan pelatihan kepada para tenaga medis terkait dengan aspek kehidupan
sosial budaya di Indonesia. [ Bah, kita?}
8.
Pendapatan buruh
di Jakarta sekitar diatas Rp 2 juta sebulan akan menjadi daya tarik bagi buruh
Laos yang gajinya hanya Rp 750.000 per bulan. [Awaslah, kita!]
9.
Setiap 1.000
tenaga kerja Indonesia, hanya sekitar 4,3 persen yang terampil dibandingkan
dengan Filipina 8,3 persen, Malaysia 32,6 persen dan Singapura 34,7 persen.
10. Brand
Management Astra International Lorentius Galuh Saputra mengatakan bahwa di
Astra dari 100 pelamar hanya 5 orang yang bisa lolos. SOFT SKILL jadi masalah
utama SDM di Indonesia Begitu juga dengan Vice
President Human Resource Operation Pertamina Setyo Wardono mengatakan bahwa
rata-rata para pelamar ke PERTAMINA minim pengalaman dalam kepemimpinan karena
jarang mengikuti kegiatan kepemimpinan dan organisasi (suaramerdeka.com). [ Setuju Pak Galuh dan Pak Setyo! Tapi, cemanalah pak, kuliah-pulang
ajanya kami.]
Mari
bertanya ke diri kita masing-masing. Gelisahkah kita membaca fakta-fakta
diatas? Ataukah mungkin kita masih tetap merasa aman, nyaman, tentram dan
sentosa dengan yang kita lakukan sekarang? Berharap kita gelisah dan mulai
memikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas kita pribadi
lepas pribadi. Tak perlulah lagi menyalahkan siapa-siapa.
Adalah
hal yang sangat memalukan jika kita menjadi BUDAK DI NEGERI SENDIRI. Tetapi,
ayolah! Masih ada waktu sekitar satu setengah tahun lagi. Mari mempersiapkan
diri kita dengan menguasai bahasa asing minimal bahasa Inggris, menguasai hardskill yaitu betul-betul ahli dalam
jurusan yang kita geluti [jika manajemen
pemasaran, SDM ataupun keuangan, kuasailah betul-betul. Jika akuntansi ataupun
ekonomi pembangunan, jadilah ahli di jurusan masing-masing!] , softskill dengan mengikuti organisasi
yang ada [ini adalah kewajiban bagi mahasiswa!] dan rajin mengikuti
sertifikasi-sertifikasi ataupun pelatihan-pelatihan.
Cukuplah
sampai disini tulisan ini. Tulisan bisa saja sedikit, tetapi AKSI kita harus banyak! Ayo!
GMKI Koms. FE-USU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar