Pidato J. Leimena

"Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen pada khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI menjadilah suatu pusat sekolah latihan (leershool) dari orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukanlah merupakan Gesellschaft, melainkan ia adalah suatu Gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja, maupun dalam Nusa dan Bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari iman dan roh, ia berdiri di tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injilnya, ialah Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan"

GMKI Komisariat FEB USU

GMKI Komisariat FEB USU
Keluarga besar GMKI Komisariat FEB USU

Sabtu, 31 Mei 2014

[Dimana] Pengabdian Kampus [FEB-USU] untuk Masyarakat



 [Dimana] Pengabdian Kampus [FEB-USU] untuk Masyarakat
Pantaskah sebuah ‘kampus’ disebut kampus jika tidak melaksanakan tri dharma perguruan  secara holistik dan berkesinambungan ? Pasal 1 ayat (9) UU Perguruan Tinggi no.12 tahun 2012 dikatakan bahwa Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perlu digaris bawahi bahwa kata yang digunakan adalah KEWAJIBAN. Asal tau aja, KBBI mendefenisikan kata KEWAJIBAN:  (sesuatu) yg diwajibkan; sesuatu yg harus dilaksanakan; keharusan. Jika para mahasiswa yang katanya kaum intelektual [asal bukan intelektual bodohlah] dan para pemuka birokrasi kampus [asal bukan pemuka kampus keluargalah] mengerti apa arti kewajiban, yaitu sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka akreditasi kampus ‘fashion, liberal, hedonis’ ini tidak akan melorot, seperti celana longgar.
Berikut ayat (14): Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Sekarang mari kita berkaca. Sadarkah kita bahwa wajah kita begitu “jelek”nya ketika mengajar didepan kelas? Berapa  mahasiswa yang mengantuk bahkan tertidur ketika mengajar? Berapa mahasiswa yang dibodoh-bodohi, tidak datang kekelas tapi meninggalkan tugas yang demikian banyaknya? Dan masih banyak lagi hal-hal bodoh dan tolol. Itukah yang disebut profesional? Itukah yang disebut ilmuwan? Tetapi, itu bukan poin utamanya. Terlebih lagi, adakah para pengajar yang katanya dosen itu mengarahkan para mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu dalam program Kuliah Kerja Nyata ataupun Pengabdian Masyarakat Desa dan berbagai bentuk lain dari pengabdian untuk masyarakat? Atau hanya membahas berbagai perusahaan-perusahaan asing diluar sana serta mengajari bagaimana caranya untuk menjadi budak asing dan mengkhianati Ibu Pertiwi? Percayalah, Sang Keberadaan Tertinggi sedang murka atas sikap itu semua.
Prinsip penyelenggaraan Perguruan Tinggi pada pasal 6 bagian i, tertulis: Keberpihakan pada kelompok Masyarakat kurang mampu secara ekonomi. Adalah hal ini diperhatikan oleh kampus ini? Dari 5.889 desa dan kelurahan di SUMUT ada 2.287 desa tertinggal (waspada.com). Kampus yang katanya rumah kaum intelektual seharusnya bisa mengambil bagian dalam hal ini untuk berperan dan mengaplikasikan ilmu untuk terus berbuat bagi desa-desa yang perlu mendapat perhatian. Sehingga para mahasiswa bisa mengerti persoalan yang sebenarnya terjadi di masyarakat kita sendiri. Dan pastinya ini akan membuka mata hati kita [jika kita memiliki hati nurani, kalau tidak ya, aku rapopo-lah] bahwa selama ini kita hanya dijejali berbagai masalah luar negeri, bukan masalah masyarakat kita sendiri atau seperti orang kulit putih hidung mancung bilang real-life economics. Akibatnya, ya kita buta. Sangat buta. Indikator-indikator pembangunan manusia seperti pendidikan terlebih melek huruf, kesehatan, angka harapan hidup, dan berbagai indikator lainnya sangat sulit untuk dicapai jika kita kaum intelektual buta terhadap masalah masyarakat kita terutama mereka yang tinggal di pedesaan yang masih memiliki pola pikir yang sederhana dan butuh pencerahan dari kita.
            Tidak ada kata terlambat. Berharap besar kepada Gubernur dan Wakil Gubernur FEB-USU  [ bahkan juga Presiden dan Wakil Presiden yang menang dalam PEMIRA]yang baru saja dilantik untuk membuat gebrakan revolusioner di kampus ‘fashion’ ini. Kembalikan FEB-USU kepada masyarakat SUMUT dan INDONESIA. Jangan biarkan FEB-USU menjadi milik asing dan menjadi antek para ‘kapitalis buncit’! Jika mereka pun tidak bisa, maka berdirilah hai seluruh mahasiswa-mahasiswi FEB-USU yang masih mempunyai hati nurani! Singsingkan lengan bajumu! Berteriaklah keras, “ Kami siap mengabdikan diri kami pada mereka yang tersisihkan! Kami tidak sudi dibodoh-bodohi dan diperbudak zaman! Kami adalah milik masyarakat. Hanya kepada masyarakat tersisihlah, kami akan kembali. Kami tak akan biarkan Ibu Pertiwi meraung akibat kehancuran sosial dan moral di tanah air ini! Kami siap berjuang!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar