[Dimana]
Pengabdian Kampus [FEB-USU] untuk
Masyarakat
Pantaskah sebuah ‘kampus’ disebut
kampus jika tidak melaksanakan tri dharma perguruan secara holistik dan berkesinambungan ? Pasal
1 ayat (9) UU Perguruan Tinggi no.12 tahun 2012 dikatakan bahwa Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya
disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perlu digaris
bawahi bahwa kata yang digunakan adalah KEWAJIBAN. Asal tau aja, KBBI mendefenisikan kata KEWAJIBAN: (sesuatu)
yg diwajibkan; sesuatu yg harus dilaksanakan; keharusan. Jika para mahasiswa yang katanya kaum
intelektual [asal bukan intelektual
bodohlah] dan para pemuka birokrasi kampus [asal bukan pemuka kampus keluargalah] mengerti apa arti kewajiban,
yaitu sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka akreditasi kampus
‘fashion, liberal, hedonis’ ini tidak akan melorot, seperti celana longgar.
Berikut ayat (14): Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian,
dan Pengabdian kepada Masyarakat. Sekarang mari kita berkaca. Sadarkah kita
bahwa wajah kita begitu “jelek”nya ketika mengajar didepan kelas? Berapa mahasiswa yang mengantuk bahkan tertidur
ketika mengajar? Berapa mahasiswa yang dibodoh-bodohi, tidak datang kekelas
tapi meninggalkan tugas yang demikian banyaknya? Dan masih banyak lagi hal-hal
bodoh dan tolol. Itukah yang disebut profesional? Itukah yang disebut ilmuwan?
Tetapi, itu bukan poin utamanya. Terlebih lagi, adakah para pengajar yang
katanya dosen itu mengarahkan para mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu dalam
program Kuliah Kerja Nyata ataupun Pengabdian Masyarakat Desa dan berbagai
bentuk lain dari pengabdian untuk masyarakat? Atau hanya membahas berbagai
perusahaan-perusahaan asing diluar sana serta mengajari bagaimana caranya untuk
menjadi budak asing dan mengkhianati Ibu Pertiwi? Percayalah, Sang Keberadaan Tertinggi
sedang murka atas sikap itu semua.
Prinsip penyelenggaraan Perguruan
Tinggi pada pasal 6 bagian i, tertulis: Keberpihakan
pada kelompok Masyarakat kurang mampu secara ekonomi. Adalah hal ini diperhatikan oleh kampus ini?
Dari 5.889 desa dan kelurahan di SUMUT ada 2.287 desa tertinggal (waspada.com).
Kampus yang katanya rumah kaum intelektual seharusnya bisa mengambil bagian
dalam hal ini untuk berperan dan mengaplikasikan ilmu untuk terus berbuat bagi
desa-desa yang perlu mendapat perhatian. Sehingga para mahasiswa bisa mengerti
persoalan yang sebenarnya terjadi di masyarakat kita sendiri. Dan pastinya ini
akan membuka mata hati kita [jika kita
memiliki hati nurani, kalau tidak ya, aku rapopo-lah] bahwa selama ini kita
hanya dijejali berbagai masalah luar negeri, bukan masalah masyarakat kita
sendiri atau seperti orang kulit putih hidung mancung bilang real-life economics. Akibatnya, ya kita
buta. Sangat buta. Indikator-indikator pembangunan manusia seperti pendidikan
terlebih melek huruf, kesehatan, angka harapan hidup, dan berbagai indikator
lainnya sangat sulit untuk dicapai jika kita kaum intelektual buta terhadap
masalah masyarakat kita terutama mereka yang tinggal di pedesaan yang masih
memiliki pola pikir yang sederhana dan butuh pencerahan dari kita.
Tidak
ada kata terlambat. Berharap besar kepada Gubernur dan Wakil Gubernur FEB-USU [ bahkan
juga Presiden dan Wakil Presiden yang menang dalam PEMIRA]yang baru saja
dilantik untuk membuat gebrakan revolusioner di kampus ‘fashion’ ini. Kembalikan
FEB-USU kepada masyarakat SUMUT dan INDONESIA. Jangan biarkan FEB-USU menjadi
milik asing dan menjadi antek para ‘kapitalis buncit’! Jika mereka pun tidak
bisa, maka berdirilah hai seluruh mahasiswa-mahasiswi FEB-USU yang masih
mempunyai hati nurani! Singsingkan lengan bajumu! Berteriaklah keras, “ Kami siap mengabdikan diri kami pada
mereka yang tersisihkan! Kami tidak sudi dibodoh-bodohi dan diperbudak zaman!
Kami adalah milik masyarakat. Hanya kepada masyarakat tersisihlah, kami akan
kembali. Kami tak akan biarkan Ibu Pertiwi meraung akibat kehancuran sosial dan
moral di tanah air ini! Kami siap berjuang!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar